Read more: Cara Membuat Teks Berjalan di Tab dan Navbar Atas | Mas Bugie [dot] com http://www.masbugie.com/2010/04/cara-membuat-teks-berjalan-di-tab-dan.html#ixzz1f6qbXQWx

Ads 468x60px

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Jumat, 18 November 2011

Panas Bumi, Energi yang sangat Menjanjikan di Indonesia

Hampir seabad yang lalu, tepatnya tahun 1918, JB Van Dick yang seorang Belanda itu, mengembangkan potensi energi panas bumi atau geothermal. Ketika itu, kawasan Kamojang, Jawa Barat, menjadi tempat pertama di Tanah Air yang dijadikan sebagai tempat eksplorasi salah satu energi nonfosil ini. Tentu saja, saat itu isu tentang menipisnya 
bahan bakar fosil seperti minyak, gas dan batubara sama sekali belum diteriakkan oleh para pakar dan pemerhati energi di dunia.
Pengembangan energi alternatif sepertinya mutlak dilakukan. Ancaman kian menipisnya persediaan energi berbasis fosil membuat umat manusia di Bumi ini tak lagi punya pilihan. Investasi dengan dana yang mahabesar digelontorkan untuk mencari teknologi tercanggih demi memenuhi kebutuhan manusia akan energi. Bahkan, menurut Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), Hadi Hastowo, pada tahun 2020 Indonesia diprediksi menjadi negara di dunia pengimpor energi terbesar jika masih mengandalkan sumber energi konvensional. “ sistem pembangkit listrik kita saat ini masih banyak tergantung kepada penggunaan batubara, minyak, dan gas sebagai sumber energinya,” katanya kepada Antara beberapa waktu lalu. Untuk memenuhi kebutuhan energinya, Indonesia telah mengimpor Bahan Bakar Minyak (BBM) 350 ribu barel perhari, dan subsidi yang dikeluarkan mencapai Rp 70 triliun.
Pemerintah bukannya tak perduli dengan urusan energi alternatif ini. Perpres No 5 Tahun 2006 dan Inpres No 1 tahun 2006 mengenai kebijakan Energi Nasional (KEN) adalah buktinya. Regulasi ini memberikan porsi lebih besar kepada energi terbarukan termasuk panas bumi.
Dari Perpres tersebut, pada 2025 ditargetkan minyak bumi menjadi kurang dari 25 %, gas bumi 30 %, batubara 33 %, biofuel 5 %, panas bumi 5 %, batubara yang dicairkan 2 % dan lainnya (biomass, nuklir,tenaga air, surya dan angin) 5 %. Ditargetkan energi panas bumi dapat digunakan hingga 9.500 MWe pada 2025.
Pada 12 Desember 2006, Pertamina mendirikan Pertamina Geothermal Energi (PGE). PGE diamanatkan untuk mengembangkan 15 wilayah kerja perusahaan (WKP) geothermal di Indonesia. Beberapa wilayah kerjanya adalah Sibayak (Sumatra Utara), Sungai Penuh(Jambi), Lumut Balai (Sumatra Selatan), Hululais (Bengkulu), Kotamobagu dan Lahendong (Sulawesi Utara) dan Ulubelu (Lampung).
Keseriusan pemerintah mengembangkan panas bumi ini juga terlihat dari kesediaan Indonesia menjadi tuan rumah Kongres Geothermal Dunia ke-5 di Bali pada tanggal 25-30 April 2010 mendatang. Acara akan di buka oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini akan dihadiri sekitar 2.500 orang, termasuk pada  menteri dan pakar energi dari berbagai negara seperti Jepang, Indonesia, Australia, Prancis dan Selandia Baru.
Diantara energi terbarukan lainnya—seperti biofuel, nuklir, air, tenaga surya dan angin---energi panas bumi dinilai sangat menjanjikan. Hal ini lantaran panas bumi bisa dikonversi menjadi energi listrik. Bahkan, sejumlah Negara seperti Amerika Serikat, Australia, Selandia Baru, Jepang, Prancis, Inggris, Swiss, Italia dan Swedia serius membangun Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). Bahkan, AS memiliki target optimistis bisa memenuhi 50 % kebutuhan listriknya dari energi panas bumi pada tahun 2050.
Indonesia sesungguhnya sudah mengarah ke sana. Beruntunglah, Indonesia tak hanya kaya sumber alam hayati, namun juga diberkahi sumber mineral yang luar biasa. Indonesia dilalui sabuk vulkanik yang membentang dari Pulau Sumatra, Jawa, Nusa Tenggara, Maluku dan Sulawesi. Di dalam sabuk vulkanik itu terdapat sekitar 117 pusat gunung berapi aktif yang membentuk jalur gunung api sepanjang kurang lebih 7.000 km. Rasanya wajar jika Indonesia memiliki 40 persen potensi panas bumi di dunia karena Indonesia memiliki 265 lokasi panas bumi dengan total potensi energi mencapai 28.100 MWe. Tahun 2009, beberapa lokasi panas bumi baru ditemukan seperti Kebar di Manokwari, Papua Barat, Tehoru, Banda Baru, Pohon Batu, Pohon Batu dan Kelapa Dua di Maluku, Lili, mapili dan Alu di Mandar, Sulawesi Barat. Ironisnya, baru 4 persen saja (1.189 KWe) dari potensi panas bumi tersebut yang telah dimanfaatkan. Bandingkan dengan Filipina yang telah memanfaatkan 44,5 % potensi energi panas buminya.
Minimnya pemanfaatan energi panas bumi ini tergambar dari komposisi sumber listrik di Tanah Air. Listrik yang digunakan di Indonesia sebagian besar memanfaatkan energi konvensional. Baru 3 % saja dari tenaga listrik yang ada di Indonesia yang memanfaatkan energi panas bumi. Sementara, BBM 20,6 %, batubara 32,7 %, dan gas alam 32,7 %.
Namun, memaksimalkan potensi panas bumi di Tanah Air tidak semudah membalikkan telapak tangan. Pengembangan panas bumi sangat terkait dengan begitu banyak variabel. Tak hanya persoalan eksplorasi dan eksploitasi yang sering kali berbenturan dengan kebijakan kehutanan. Tapi, juga karakteristik panas bumi yang berada di kawasan pegunungan yang mnyebabkan panas bumi tidak  bisa disalurkan dengan jarak jauh seperti gas.
Selain itu, konsumen PGE yang cenderung tunggal yaitu hanya ke PLN juga menyulitkan. Secara bisnis, harga per kWh listrik pun belum sepenuhnya menguntungkan. Kendala terbesar adalah bisnis panas bumi memerlukan investasi sangat tinggi dan cukup beresiko. Sementara, harga energi alternatif seperti panas bumi masih kalah murah dari harga energi konvensional (BBM). Tidak seimbangnya antara biaya investasi, membangun infrastruktur, dan pengembangan energi dengan harga jual membuat bisnis ini tidak dilirik investor.
Banyaknya kendala dalam pengembangan panas bumi tak berarti harus menghentikan langkah untuk mengembangkan bisnis ini. Jika saat ini pemanfaatan energi panas bumi seolah hanya tunggal, yaitu PLN (indirect use), maka sebenarnya hal ini bisa diatasi. Di banyak Negara, energi panas bumi sudah masuk dalam kategori direct use, yaitu sebagai pemanas di gedung, peternakan, pertanian dan industri. Hal ini sesungguhnya telah dirintis di Indonesia dengan mendirikan pabrik gula aren di Lahendong, Tomohon, Sulawesi Utara yang memanfaatkan panas bumi yang dikelola PGE.
Selain itu, panas bumi memiliki banyak keunggulan yang tak dimiliki energi jenis lain. Panas bumi adalah yang paling ramah lingkungan karena lebih rendah emisi karbondioksidanya dibanding sumber energi konvensional. Kelebihan lainnya adalah energi ini merupakan energi terbarukan yang tidak terpengaruh iklim dan cuaca.
Hal yang bisa dilakukan untuk terus memanfaatkan energi panas bumi adalah berbagai instansi yang terkait dengan masalah ini harus bergerak dalam arah yang sama dengan kepentingan dan tujuan yang sama. Beberapa instansi terkait tersebut adalah Kementrian Negara BUMN, Departemen ESDM, Departemen Keuangan, Kementrian Riset dan Teknologi, Departemen Kehutanan, Departemen Perindustrian dan BUMN terkait.
Pemerintah harus pula berkonsentrasi untuk menciptakan teknologi pemanfaatan panas bumi yang terbaik dan ekonomis serta menekan harga listrik geothermal. Hal yang tidak kalah penting adalah membuat roadmap yang jelas, mulai dari riset hingga program penerapannya.

Sumber : Republika, edisi Jumat 12 Maret 2010 yang ditulis oleh Wartawan Republika (Maghfiroh Yenny) dengan judul Berharap lebih pada Panas Bumi).

0 komentar:

Posting Komentar

Follow Now.......!